Saturday, January 27, 2018

Sunday Diary, 280118

Dear Diary..
Tiba-tiba saja koko menghubungiku lagi. Entah harus senang atau tidak, yang jelas perasaanku mulai datar. Bahkan aku memutuskan untuk tidak membalasnya. Saking lamanya kami tidak komunikasi aku hampir lupa pernah punya dia di hidupku. Terakhir  kali saat itu adalah event natal sampai tahun baru adalah libur panjang. Di tanggal 31 Desember 2017, aku buru-buru pulang agar bisa bertemu dan menikmati makan malam di momen tahun baru berdua saja dengan dia. Tapi dia tidak tahu bahwa aku menghubunginya karena aku sudah di Kuningan Jakarta pada pukul 16:00. Aku menanyakannya apakah sudah ada rencana di malam tahun baru ini (mengingat sebelumnya dia mengharapkan aku kembali ke Jakarta sebelum malam tahun baru karena ingin bersama aku di momen tersebut).  Dan nyatanya jawabannya tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Mungkin dia sudah ada janji baru untuk menghabiskan malam tahun baru dengan orang yang lain. Aku memang sangat sedih saat itu, aku bergegas pulang tapi nyatanya dia bahkan tidak menanyai lagi kepulanganku. Aku ibadah penutupan tahun baru seorang diri, sementara orang tua ku masih di kampung halaman. Saat itulah terpikir olehku, Tuhan masih mengijinkan aku untuk sendiri dulu.

Dear Diary..
Sebulan berlalu seperti yang aku duga, koko akan menghubungiku. Sebelumnya setelah tiga minggu, dan sekarang setelah empat minggu dia hubungi aku lagi. Tapi kali ini sebaiknya aku tidak perlu membalas pesannya. Aku pun harus move on dari koko. Aku sudah tidak memiliki hasrat untuk stalking beliau dan semuanya pun sama karenanya aku sudah menonaktifkan akun facebook-ku mungkin untuk selamanya. Aku sudah kehilangan rasa rindu. Sepertinya Tuhan sudah mengabulkan doaku, untuk tidak lagi mengharapkan serta merindukan para mantan. Aku sangat sadar sebagian masa lalu adalah bagian dosa terkelamku. Aku mau memulai hidup yang baru dan belajar menjalani kekudusan. Mantan adalah hal terburuk yang pernah aku miliki tapi pembelajaran berharga untuk aku semakin bertumbuh. Aku tahu Tuhan menghadirkan sesuatu atau seseorang dalam hidup kita pasti untuk maksud tertentu. Mungkin sebagai hadiah atau bisa jadi sebagai ujian untuk menguji iman kita. Saat ini yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya supaya Tuhan percaya bahwa aku mau berubah. Percaya bahwa aku mau belajar untuk tunduk dan taat. Sangat sulit menjalaninya karena kelemahanku yang sangat besar membuat aku sering jatuh. Tapi aku akan berusaha lagi dan lagi.

Dear Diary..
  • Doakan aku juga ya. Suatu saat nanti, aku pasti jadi pribadi yang jauh lebih baik. Setelah aku miliki semua kondisi yang benar-benar steady, jika Tuhan mengijinkan aku hanya ingin hidup hingga menua bersama dengan dia yang kepadanya hidupku merasa lengkap dan sempurna. Laki-laki yang selalu peduli pada masa depan dan kebahagiaan keluarganya dan selalu berjuang untuk itu. Pasangan hidup yang seimbang yang Tuhan karuniakan yang dengan ketaatannya akan membawa kami sama-sama semakin dekat dengan Tuhan. Laki-laki yang selalu mendukung dan percaya padaku bahkan ketika tidak ada satupun yang mempercayaiku. It's really sweet and perfect, huh? Semoga Tuhan berkenan atas doa-doa indahku ini. Dan Tuhan  paling tahu apa yang jadi kebutuhanku dan Dia selalu tahu yang terbaik. Amin.

Sunday, January 21, 2018

Sunday Diary, 210118

Dear Diary..
Hari ini aku tidak akan bicara tentang hal yang 'galau'. Hari minggu ini ada banyak hal yang terjadi. Dari peristiwa yang memalukan, menyukakan sampai peristiwa yang menyedihkan juga ada. Meskipun tulisan-tulisanku selalu membosankan untuk dibaca, tapi setidaknya setelahnya aku lega. Puas rasanya mengutarakan semua yang tersimpan di hati. Meski tidak semua sih.. Hari ini ketika aku berangkat ibadah selepas turun dari gojek, aku tidak sadar kalau rok dress aku agak ke angkat pas turun. Haha.. Untung saja ada satu ibu berjilbab yang baik hati sudah memberitahu aku. OMG memalukan sekali rasanya sampai muka ini terasa panas. Inilah kenapa aku sebenarnya tidak terlalu menyukai pakai dress dari dulu. Tapi aku lebih cantik memang setiap pakai dress (pede banget yah..).

Setelah tiba di tempat ibadah yang memang aku kejar sesempat mungkin ikut ibadah yang pukul 16.00 WIB and guess what?? Puji Tuhan aku sempat loh sampai di sana meskipun telat 7 menit tapi paling tidak, aku tidak ketinggalan sesi penyembahan yang aku nanti-nantikan banget. Aku tahu ada banyak mata yang memandang ke arah kedatanganku yang sedikit berlari ketika mencari tempat duduk yang sebisa mungkin dapat posisi strategis. Untungnya lagi, ada 1 bangku yang kosong di barisan 3. Tempat duduk langganan aku. Aku bersyukur Firman Tuhan yang aku dapat hari ini sangat memberkati seperti biasanya. Ada pengharapan baru yang membuka mata dan pikiranku dan itu sangat menyukakan hatiku. Seperti hatiku disirami dengan sangat hebat oleh kebaikan Tuhan. Damai sejahtera itu mengaliri hatiku dan aku bersukacita karenanya.

Aku bersenandung sepanjang perjalanan pulang. Aku memainkan nada-nada dan sesekali merangkai kata siapa tahu aku bisa menciptakan lagu baru dari semua melodi kesukaan di hatiku. Oh seandainya aku bisa memainkan alat musik. Aku rindu suatu hari nanti aku bisa membeli sebuah piano or keyboard untuk aku pelajari sambil aku kursus musik. Aku rindu bisa menciptakan banyak lagu pujian dan penyembahan untuk Tuhan. Aku rindu bisa berkarya bagi kemuliaan Nama-Nya. Semoga Tuhan mengindahkan doa-doaku. Amin, pasti aku percaya! Semakin dekat aku dengan Tuhan semakin aku menyadari bahwa inilah talenta yang harus aku kembangkan. Aku tahu ada banyak kegagalan yang datang dalam hidupku dan itu adalah hal biasa. Yang luar biasa adalah bahwa Tuhan tidak pernah memalingkan wajah-Nya untuk mengasihi aku. Sekalipun sisi kedaginganku kadang buat aku bad mood sampai melukai perasaan orang lain atau tidak menunjukkan kasih yang Ia ajarkan kepadaku. Aku menyadari bahwa aku harus berubah. Aku harus bisa mengendalikan diriku dan tetap berpegang pada apa yang Tuhan kehendaki untuk aku lakukan dalam hidup ini.

Hari ini di saat malam-malam ini, aku menyaksikan ada hal yang tidak mengenakkan hati. Aku berpikir, kadang aku merasa jenuh karena aku dikelilingi oleh lingkungan yang hanya bisanya melemahkanku. Teman-teman yang nyatanya membuat aku sepi dan kosong karena hanya memikirkan diri mereka sendiri dan mudah untuk saling berbicara keburukan orang lain. Ah aku pikir sebaiknya aku menjaga jarak dengan orang-orang seperti itu sekalipun aku tidak membenci mereka. Aku hanya tidak mau dikelilingi oleh orang-orang yang negatif. Orang-orang yang juga meremehkanku, memandangku sebelah mata. Aku sadar betul aku bukanlah manusia yang sempurna, tapi aku juga tidak pernah berpikir untuk berhenti berjuang. Mereka tidak pernah tahu karena hanya aku dan Tuhan yang paling tahu aku. Namun bagaimanapun mereka adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Aku sudah terlanjur menyayangi mereka dan sama sekali tidak ada benci ataupun kepahitan di hati ini terhadap mereka. Untung saja aku masih dikelilingi oleh orang-orang baru yang lebih layak aku anggap teman. Mereka yang selalu menanyakanku "Kak Vhera sudah pulang? Kak Vhera makan biar gemuk." Kami sudah seperti keluarga tanpa saling menuntut. Tidak ada egois hanya tahu saling berbagi dan saling memperhatikan satu sama lain. Saling menyatukan kesenangan.

Aku bahagia. Mensyukuri ada banyak hal-hal ajaib yang Tuhan nyatakan dalam hidupku. Aku tahu Tuhan paling tahu apa yang jadi kebutuhanku. Dia menghiburkan aku saat di dalam kesesakan. Dia menolongku dan membuka mataku. Aku sadar setiap orang pasti mengalami kehilangan. Orang-orang akan pergi dari hidup kita satu per satu. Dan aku bersiap menghadapi perubahan. Termasuk orang-orang yang aku kasihi akan berubah kasihnya kepadaku. Mereka mungkin akan melupakanku, meninggalkanku, membenci aku atau bahkan tidak akan menemui aku lagi. Hanya Tuhan saja yang tidak pernah berubah. Dia akan selalu sama, selalu akan menyertai aku. Satu-satunya Pribadi yang Kasih-Nya tidak pernah berubah. Thanks to Jesus, my God Almighty for everything in my life. I know exactly, He will never leave me alone. He always protect me and blessing me every season of my life. Amin.

Saturday, January 13, 2018

Aku, Hujan dan Kesedihanku..

Dear Diary..

Tiba-tiba saja hujan turun. Di saat yang sama aku mengingat dirinya. Di iringi lagu "Kau Harus Bahagia"-nya Sammy rasa sakit itu membuat aku tidak tahan untuk membiarkan air mataku turun. Berjalan di tengah hujan seperti ini, aku menengadah ke langit yang kelabu. Menuliskan namanya dan namaku, semakin membuatku menitikkan air mata. Aku tahu, sekalipun suatu saat aku bertemu dengannya, tidak akan pernah merubah apapun. Tidak akan pernah menyatukan semua yang telah menjadi kepingan yang tak bersisa.

Diary..
Sekalipun mungkin suatu saat waktu kembali berpihak untuk mempertemukan kami, kami adalah orang asing yang sama-sama tidak ingin saling mengenal kembali. Tidak pernah akan ada tangan yang saling merengkuh. Tidak pernah akan ada hati untuk mengejar kembali apa yang pernah terlepas. Mungkin hanya kebodohanku yang mengijinkannya untuk bahagia dengan orang yang lain. Seharusnya aku marah dan memaki dia dan kekasih barunya, tapi entah kenapa aku malah tersenyum. Aku tahu, cintaku untuknya tidak cukup besar untuk membuatnya bertahan.

Diary..
Walau awan menangis melihat kesedihanku, jangan biarkan mendungnya tinggal pada orang yang aku cintai. Aku sudah terbiasa dengan sepi. Terbiasa menjalani kesendirian yang tak bertepi. Terbiasa menari di tengah dinginnya hujan. Tapi untuk dia, biarkanlah dia dicintai agar ia tak merasa sepi. Aku ingin ia selalu merasa hangat. Maafkan aku, karena cintaku yang tidak cukup besar untuk menembus langit. Tidak cukup besar untuk mengetuk hati Tuhan agar Ia menghilangkan cinta ini. Tuhan yang tahu betapa besar harapanku untuk menemukan takdirku dan menjalani masa depan bersama dengan cinta sejati yang Ia janjikan untuk melengkapi hidupku. Sekalipun, bukanlah bersama dirinya..

Friday, January 12, 2018

Diary, 130118

Dear Diary..
Hari ini aku menutup akun Facebook-ku lagi. Bahkan aku sudah menghapus aplikasi hampir semua social media di handphone-ku. Tidak ada lagi kabar yang bisa aku dapat selain melalui BB messenger. Aku tahu dia tidak akan menghubungi aku lagi. Aku tahu hilangnya aku dari hidupnya tidak mengkhawatirkannya lagi. Sekarangpun dia tidak perlu mengajak aku ibadah bareng lagi. Aku tidak lagi dapat menyentuh wajahnya, melukisnya perlahan diingatanku. Tidak lagi dapat menertawakan kekonyolannya yang kadang seperti anak kecil namun tak membuatku berhenti mencintainya. Aku tidak boleh lagi merindukan kehangatannya. Aku sadar betul dia kini sudah bersama dengan orang yang lain. Orang yang sepadan di sisinya. Aku juga tidak perlu lagi merasa marah karena kesibukannya dan diapun tidak perlu lagi menyuruhku untuk tidak begadang, telat makan dan tidak perlu lagi repot menggendongku saat aku berpura-pura letih. Walaupun dia tahu bahwa aku hanya ingin bermanja, dia tidak pernah bereaksi keberatan dengan semua itu.
Kadang aku merasa marah setiap dia bersikap manis pada semua wanita, tapi dia hanya meraih tanganku tanpa berucap sepatah katapun. Dia selalu punya cara agar aku percaya tanpa perlu bersikeras meyakinkanku. Kadang dia bercerita banyak hal yang tidak aku mengerti namun aku tetap mendengarkannya. Aku senang mendengar dia bercerita semua hal dan aku sangat menikmatinya. Aku bahagia bisa mendengar suaranya, bahagia bisa memilikinya dalam hidupku. Dan aku sangat ingin setiap hari bisa menikmati kebersamaan bersamanya. Hanya saja, aku tidak cukup sempurna untuk bisa membahagiakannya. Selama ini aku menghindarinya untuk tidak semakin mencintaiku karena aku tidak ingin membuat dia terlibat dalam penderitaanku. Namun ternyata, tahun demi tahun berlalu dan aku tetap saja tidak mampu berhenti untuk memikirkannya.
Setiap kali aku melihatnya bahagia bersama dengan orang yang sekarang ia cintai, aku tersenyum bahagia. Aku turut larut dalam kebahagiaannya. Aku sadar aku bukanlah wanita yang terbaik untuk mendampinginya, aku juga mungkin tidak pantas untuk merasai cintanya. Sekalipun, aku sangat ingin, benar-benar sangat ingin menjadi ibu bagi anak-anaknya. Aku ingin melayaninya hingga kami sama-sama menua. Aku ingin mendampinginya, mendengarkan semua ceritanya, keluh kesahnya, kebosanannya, kemarahannya, keraguannya. Aku ingin dia selalu menyiapkan air hangat untuk aku mandi, mengajak aku kencan setiap akhir pekan, memasak makanan yang tidak aku suka dan serba hambar. Aku ingin menjadi wanita satu-satunya yang ia ajak untuk nonton konser, teater dan festival Jazz seperti biasanya. Aku mencintai semua yang ada pada dirinya, kekurangan dan kelebihannya selalu membuat aku tidak menyerah untuk mencintainya. Namun nyatanya, keadaan yang membuat dia akhirnya memutuskan untuk mencintai orang yang lain. Aku tidak dapat menyalahkannya, karena aku hanya ingin ia bahagia dengan apapun yang ia jalani saat ini.

Aku sadar, aku bukanlah orang yang seperti dulu. Usia lambat laun membuat aku semakin mudah mengerti, mudah untuk menerima. Karena tidak semua yang aku ingini bisa menjadi milikku. Aku hanya perlu melangkah maju dan bertahan, meyakini bahwa Tuhanlah yang paling tahu hal dan waktu yang terbaik untuk diriku dan masa depanku. Aku bersyukur karena Tuhan memampukan aku untuk lebih bisa mengendalikan diriku. Aku tahu betul jalanku mungkin tidak akan pernah mudah untuk aku lalui, asal saja aku tetap positif dan percaya akan kebaikan serta penyertaan Tuhan dan mengingat segala hal-hal ajaib yang telah Ia nyatakan dalam hidupku, aku pasti bisa menghadapi semuanya. Dan aku akan selalu siap untuk menjalani apapun yang Tuhan kehendaki untuk aku terima karena pastilah itu yang terbaik bagi hidupku.

Sunday, August 27, 2017

Kita Sedang Bercanda

Kita sdg bercanda
Diantara laut yg berdesir
Ada cerita kita menyemai mimpi
Disanalah jiwa luguku mengharu

Kita sdg bercanda
Di bawah mentari panas
Atau hujan yg membasah
Kesanalah kita mengukir byk tawa

Kita sdg bercanda
Saat mulai menuntut sempurna
Dan jalan kita tak lagi sama
Janjilah yg buat kita kembali

Takdirpun mulai bercanda
Diantara ruang yg berjarak
Dan waktu yg memudarkan kita
Saat itulah kita terdera utk menyerah

Kita tak lg sdg bercanda
Tdk lg butuh yg sempurna
Krn cinta tdk pernah menuntut janji
Dia hanya ada utk memberi bukti

Saturday, August 19, 2017

Diary 190817

            Suatu hari di daerah Kuningan ketika saya sedang buru-buru mengejar 5 menit sebelum acara ibadah dimulai. Seorang ibu dengan kisaran usia 56 tahun tiba-tiba meraih tangan saya.
“De, tolong saya ikut nyebrang ya, saya ga bisa jalan dengan sempurna.” Saya lihat kaki kanan ibu tersebut tidak sempurna (agak bengkok). Langsung saja saya genggam jari-jari tangan ibu itu dan melipatkannya di jari-jari saya. Dalam hati saya bilang, maaf Tuhan aku terlambat, persabarlah langkah aku yang terbiasa jalan cepat sebentar saja. Seketika saja, hati ini merasa teduh sekali.
“Mau kemana de?” Tanya ibu itu tiba-tiba.
“Mau gereja bu.”
“Di Duta Injil ya?”
“Iya bu di lantai 5. Kok ibu tau?”
“Saya sudah ibadah tadi pagi di GPIB Kalimalang. Kadang saya juga suka gereja di Duta Injil.” Agak kaget juga saat tahu sang ibu kebetulan beragama Kristen.
“Oh saya juga kalau ke rumah ortu saya gereja di GPIB Jati Asih, Menara Kasih bu.”
“Oh ya?? Trus, kenapa gereja sendirian?”
“Iya bu, dulu suka sama temen, tapi sekarang dia sudah ‘pindah’. Ibu sendiri ada keperluan apa jauh2, kenapa sendirian, ga ada yang anter bu?”
“Saya cuma mau servis Hp saya di lantai dasar. Nama saya Marni, nama kamu siapa de?” Nih ibu namanya kebetulan sama kayak opung boru saya.
“Saya Vhera bu.”
“Oke Vhera, saya sampai sini aja, makasih ya sudah anter saya. Tuhan berkati.”
“Oh iya bu hati-hati ya, Tuhan berkati juga.”
“Sampai ketemu lagi ya Vher..” Wah puji Tuhan, senang kalau ada yang bicara kalimat ini.

            Tanpa membuang waktu saya langsung berlari melaju ke eskalator menuju lantai 5 setelah melihat banyak yang mengantri di depan lift. Yup ternyata waktu yang seakan melambat tadi, Tuhan berikan saya waktu untuk tiba ontime. Haleluya..

Friday, August 18, 2017

Pacarku, Dosenku

Dear Diary..
            Aku menulis lagi. Setelah cukup lama ku tutup rapat-rapat cerita ini dalam diam. Aku banyak kehilangan waktu dalam endapan lara ini, dan aku berjuang untuk menanggalkannya perlahan. Entah berapa masa yang terbuang percuma, aku seperti melukai diriku sendiri. Terhempas dalam pelataran asa yang tak bergeming walau coba berkali ku sentuh. Aku mencoba mengembalikan ingatanku pada setiap sudut wajahnya. Merasai kehangatan senyumnya yang membuat aku jatuh cinta untuk pertama kalinya pada pandangan pertama. Laki-laki yang usianya 8 tahun lebih tua dariku. Dan kisah ini berlangsung saat aku kuliah 3 tahun yang lalu.
“Kamu kalau jalan hati-hati dong..”
“Maaf pak, saya tidak sengaja.” Ku lihat tubuh jangkungnya yang berdiri tegap didepanku. Wajah orientalnya yang datar dengan suara tegasnya tak membuatku takut sedikitpun. Sebaliknya, hatiku berdegup kencang bagai desiran ombak yang meronta mengairi pembuluh darahku. Perasaan yang tidak bisa aku beritahu pada siapapun termasuk para sahabatku. Apa kata mereka nantinya jika mengetahui bahwa aku mencintai dosenku sendiri.
            Aku menantikan saat-saat jam mata kuliah dia di hari Sabtu, walaupun aku hanya bisa melihatnya seminggu sekali itu tak meruntuhkan kebahagiaanku. Dan sekalipun aku hanya bisa melihatnya di kejauhan, aku masih bisa mengukur detail postur tubuhnya. Butuh waktu satu tahun untuk bisa memberanikan diri menceritakan perasaan cintaku pada para teman dekatku. Dan untung saja, mereka paham alasan aku untuk tidak menceritakan mereka mengingat saat itu dia masih mengajar di kelasku.
“Hah?? Lu suka sama Pak Wijaya? Yang bener aja, dia kan udah tua, rambutnya aja udah ubanan. Masa bisa-bisanya lu suka sama orang yang udah punya bini kayak gitu sih Sil?” Tanya Ima tak percaya.
“Tau ih gue juga bingung, kok bisa ya suka sama orang kayak Pak Wijaya yang super duper dingin dan pelit nilai itu." Tambah Vero.
“Yah nggak tau namanya juga perasaan, mana bisa gue kontrol cong..”
“Mau gue salamin nggak Sil? Tuh ada orangnya noh lagi milih makan.” Goda Hanna yang lantas membuat nyaliku melemah. Aku tahu betul Hanna orang yang tanpa ragu mengaplikasikan apa yang dia katakan. Aku berusaha menyembunyikan wajahku ketika aku lihat Pak Wijaya melirik ke arahku setelah Hanna menghampirinya. Untung saja tubuh Novi sedikit menutupi aku, jadi aku yakin betul Pak Wijaya tidak sempat mengetahui the secret adimirer-nya itu adalah aku.
            Setelah sekitar 2 bulan lamanya aku tidak bisa melihat wajah Pak Wijaya karena libur semester, aku terpikir untuk mencari akun Facebooknya, dan langsung ketemu. Betapa senangnya hatiku saat itu, terlebih saat Pak Wijaya langsung mengkonfirmasi permintaan bertemanku. Dan tanpa aku sangka, Pak Wijaya langsung mengirimkan pesan messenger untukku.
“Kamu sudah skripsi?”
“Wah baru juga masuk pak, sudah skripsi aja..”
“Oh kirain kamu sudah mau lulus. Memangnya kamu semester berapa?”
“Baru semester 5 pak. Bantuin ya pak kalau nanti kelarin skripsi.”
“Iya, kamu tanya aja nanti saya bantu.”
“Wah makasih loh pak..”
“Punya no WA? Kirim sekarang.”
“08581******* pak.”
            Sejak saat itu hubungan kamipun semakin dekat, bahkan lebih dari dekat terlebih sejak aku tahu Pak Wijaya masih single. Hubungan yang aku tahu tidak seharusnya terjadi antara dosen dengan mahasiswanya. Tapi perasaan ini adalah murni, bukan untuk mengharapkan nilai A. Karena aku tidak lagi di bawah pengajaran Pak Wijaya. Aku sudah terlebih dulu memperoleh nilai kelulusan A dari mata kuliah Pak Wijaya sebelum kami menjalin hubungan. Dan nilai itu adalah hasil dari kerja kerasku dan campur tangan Tuhan. Hal yang cukup lucu bagiku adalah saat tiap kami bertemu secara diam-diam sepulang jam kuliah untuk menikmati kencan kami di setiap hari Sabtu. Hal tersebut untuk menjaga profesionalitas Pak Wijaya sebagai dosen dan aku yang masih berstatus sebagai mahasiswa. Aku tahu ada beberapa dosen yang mengetahui kedekatan hubungan kami, karena Pak Wijaya kerapkali memberi komentar pada hampir setiap post yang aku kirimkan di Facebook.
            Masa-masa indah yang tak akan pernah mungkin aku lupakan. Sulit rasanya membayangkan aku bisa bersama dengan orang yang aku cintai, dosen yang terkenal tegas dan dingin seperti dia dalam hidupku. Aku bisa memeluknya, menciumi aroma tubuhnya, menyapukan tanganku dirambutnya. Aku masih mengingat dengan jelas di malam saat dia tidak ingin melepas aku dari pelukannya. Tak seperti disangka mahasiswa lainnya, Pak Wijaya begitu lembut dan hangat memberi perhatian setiap kali kami bersama. Membelikan sepotong kue kecil di hari ulang tahunku, bahkan memasak makanan untuk aku. Hal sederhana tersebut mungkin terdengar biasa, tapi sangatlah indah bagiku. Bagai lentera hati yang menerangi setiap sudut ruangan di hatiku yang sempat mengelam.
            Dan ternyata masa bahagia itu lagi-lagi tak bisa berlangsung lama dalam kisahku. Hubungan yang sempat terjalin sampai satu tahun setelah aku lulus, ternyata tetap memiliki masa kadaluwarsanya sendiri. Sampai detik dimana aku mengetahui bahwa bukan hanya aku yang mengisi hati Pak Wijaya. Saat dimana aku menyadari bahwa dia tidak memiliki niatan untuk melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius denganku. Tidak terlalu melukaiku, karena aku sudah mempersiapkan segenap hatiku jauh sebelum aku memutuskan untuk menjalin hubungan dengan dosenku sendiri. Laki-laki seperti dirinya, tidak mungkin hanya mendekati satu orang wanita saja. Pak Wijaya telah hampir memiliki segalanya, karir, bisnis, rumah dan segalanya. Tapi kesendiriannya hingga di usianya seperti itu membuat aku berpikir dia tidak akan sembarang saja mempercayakan hatinya pada seorang wanita. Dan aku sudah sangat siap dengan luka itu hingga memilih mundur.

            Sampai detik ini, kami masih sesekali berusaha untuk keep in touch. Tidak ada keinginan untuk kembali bersamanya, karena bagiku sekali saja aku dikhianati, tidak akan pernah ada kesempatan kedua. Aku juga tahu dia kini telah memiliki wanita yang lain yang kini bahagia bersamanya. Dan aku tahu betul bahwa aku tidak boleh sedikitpun menyentuh peluang untuk bisa bertemu dengannya, karena itu hanya akan menyenangkan baginya tapi justru menghancurkan kekuatan hatiku untuk merelakannya. Akhir seharusnya tanpa penyesalan, dan setiap masa yang tersisa jauh lebih berharga dari yang telah habis masanya.

Sunday Diary, 280118

Dear Diary.. Tiba-tiba saja koko menghubungiku lagi. Entah harus senang atau tidak, yang jelas perasaanku mulai datar. Bahkan aku memutusk...